Secara rinci, belanja itu terdiri dari pemerintah pusat Rp 1.995,7 triliun sampai Rp 2.161,1 triliun atau setara 9,85-10,54% dari PDB; dan transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) Rp 800,2 triliun sampai Rp 832,4 triliun atau setara 3,95-4,06% dari PDB.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan postur belanja ini disusun dengan mempertimbangkan berbagai hal termasuk subsidi energi karena kenaikan harga minyak mentah. Dalam RAPBN 2023, harga minyak mentah diasumsikan antara US$ 80-100 per barel.
Bendahara Negara itu menyebut belanja dianggarkan untuk beragam pos pengeluaran seperti kesehatan, pendidikan, perlindungan sosial, hingga belanja infrastruktur.
“Untuk Jamkesnas membantu masyarakat miskin agar tetap mendapat jaminan kesehatan, kemudian pengendalian penyakit dan imunisasi, layanan kesehatan dan penurunan stunting, serta pembangunan sarana prasarana kesehatan yang tetap akan diperbaiki di seluruh pelosok tanah air,” ucap Sri Mulyani.
Lalu belanja perlindungan sosial (perlinsos) Rp 432,2 triliun sampai Rp 441,3 triliun, naik dibanding tahun 2022 yang sebesar Rp 431,5 triliun. Arah kebijakannya untuk perbaikan data dan targeting menuju registrasi sosial ekonomi, penguatan graduasi dari kemiskinan melalui program pembiayaan, penguatan perlinsos sepanjang hayat melalui bansos untuk kelompok rentan dan perlindungan usia produktif melalui JKP, serta mendorong perlindungan sosial adaptif.
“APBN tetap menjalankan fungsi shock absorber untuk menjaga masyarakat baik untuk PKH, kartu sembako, subsidi listrik, LPG dan jaminan kehilangan pekerjaan (JKP),” beber Sri Mulyani.
“Ini masih akan mengcover berbagai belanja pendidikan agar anak-anak sekolah, anak-anak kita semua mampu mendapat kesempatan pendidikan baik pendidikan biasa maupun melalui Madrasah dan pendidikan keagamaan lain, sampai pendidikan tinggi,” imbuhnya.
Sementara itu, belanja infrastruktur pada 2023 di kisaran Rp 367,7 triliun sampai Rp 417,7 triliun. Pembangunan dasar di Ibu Kota Negara (IKN) baru masuk dalam anggaran belanja tersebut.
Pendapatan negara dipatok Rp 266,7 triliun sampai Rp 2.398,8 triliun atau 11,19-11,70% dari PDB. Penerimaan pajak ditarget Rp 1.884,6 triliun sampai Rp 1.967,4 triliun atau 9,30-9,59% dari PDB.
Kemudian, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) ditargetkan Rp 380,1 triliun sampai Rp 427,3 triliun atau 1,88-2,08%. Defisit APBN akan ditekan pada kisaran 2,61-2,9% dari PDB atau Rp 529,2 triliun sampai Rp 594,6 triliun.
“Rasio utang kita akan tetap dijaga di 40,58-42,42% dari PDB. Ini adalah postur 2023 yang masih konsisten dengan tema APBN yang memiliki fungsi stabilisasi, alokasi, dan efisiensi, distribusi, dan pada saat yang sama harus menjaga konsolidasi untuk mengembalikan kesehatan dan ketahanan fiskal,” tutup Sri Mulyani.