Teladan Umar bin Khattab, Kaya Raya tapi Hidup Sederhana & Tidak Sombong

0
Jakarta – Kisah salah satu sahabat Rasulullah, Umar bin Khattab , yang menjalani hidup sederhana. Prinsip hidup ini ia terapkan meski dirinya kaya raya.

Sang Amirul Mukminin yang mendapat julukan Al Faruq dari Rasulullah SAW itu tetap memilih menjadi khalifah yang sederhana. Hingga wafatnya pada 27 Dzulhijjah tahun 23 hijriyah atau 644 Masehi, Umar tak menumpuk harta kekayaan.

Selama hidupnya, Umar begitu sederhana. Bahkan untuk tidur siang dia hanya beralaskan tikar dan batu bata di bawah pohon kurma. Umar bin Khattab punya alasan tersendiri mengapa dirinya hidup dengan penuh dengan kesederhanaan.

Kesederhanaan itu dipegang semata-mata untuk menjaga perasaan rakyat yang ia pimpin. Selain itu, ia paham betul hakikat harta yang diajarkan dalam Islam. Kesederhanaannya itu tercermin dalam beberapa kisah yang bisa diteladani bersama di bawah ini.

Kesederhanaan itu juga Umar ajarkan juga kepada keluarganya. Ia pernah menegur anggota keluarganya yang hidup dalam kemewahan, ia takut salah satu dari orang yang dicintainya kena fitnah karena harta kekayaan.

Salah satu anak Umar bernama Abdullah bin Umar sempat menggunakan pakaian dan alas kaki yang terbilang mewah saat masih kecil. Umar langsung menghampiri dan memukul ringan Abdullah hingga menangis.

Putri Umar, Hafshah yang melihat hal tersebut langsung bertanya. “Wahai ayah, mengapa engkau memukulnya?” dikutip Kamis (23/3/2023).

“Abdullah tampak kagum dengan apa yang dipakainya. Aku menginginkan anak-anakku jauh dari sikap sombong,” jawab Umar. Sebegitunya Umar mendidik keluarganya agar jauh dari sifat sombong.

Umar juga sangat mengatur dan berhati-hati dalam memberi nafkah keluarganya. Meski begitu, bukan berarti Umar mengajarkan keluarganya pelit pada diri sendiri. Ia juga tak mau keluarganya sampai kekurangan gizi, hidup dengan tidak layak. Hal itu dia lakukan hanya untuk hidup secukupnya.

Suatu saat ada yang salah paham atas ajaran dari Umar. Jadi, Umar melihat seorang anak perempuan yang berpenampilan lusuh, kurus, dan lemah. Umar kemudian bertanya, “Anak siapa ini?”

Abdullah dewasa menjawab. “Dia adalah salah satu putrimu,” kata Abdullah.

Umar bertanya lagi, “Putriku yang mana?”

“Putriku,” kata Abdullah.

Umar bin Khattab heran dan kembali bertanya. “Apa yang membuatnya kurus dan lemah seperti ini?”

“Ini akibat dari perbuatanmu. Engkau terlalu keras dalam memberi nafkah,” jawab Abdullah.

Atas jawaban itu, Umar pun meluruskan pandangan Abdullah tentang prinsip hidup sederhana yang ia ajarkan selama ini. Ia pun meminta Abdullah untuk memberikan nafkah kepada anaknya yang terbaik.

“Demi Allah, aku tidak ingin memberi makan anakmu dengan cara yang salah. Berikanlah nafkah yang baik untuk anakmu ini!” seru Umar.

Kisah lainnya juga ada yang menggambarkan kesederhanaan dari Umar Bin Khattab. Ia sangat sederhana dalam berpakaian. Kesederhanaan juga ditanamkan Umar kepada pasukan Islam waktu itu. Maka ketika dia melihat tentara Islam mengenakan baju dan mewah saat berhasil merebut kembali Baitul Maqdis, Umar sempat marah.

“Aku lihat kalian telah berubah karena telah terpengaruh kemewahan. Aku berhentikan kalian karena karena bermewah-mewah dengan pakaian. Sesungguhnya, untuk mencapai keberhasilan hanya bisa dilakukan dengan mengikuti sunnah Rasulullah,” kata Umar kepada pasukannya.

Pasukan Umar pun memberikan penjelasan. Mereka mengenakan pakaian tersebut karena bisa menahan tikaman dari senjata musuh. Umar bin Khattab pun tak jadi marah. Dia mengizinkan pasukannya tetap menggunakan pakaian tersebut.

Saat wafat, Umar meninggalkan sebanyak 70.000 ladang yang rata-rata bernilai Rp 160 juta (perkiraan dalam rupiah). Dengan kata lain, Umar meninggalkan warisan sebesar Rp 11,2 triliun.

Setiap tahun, rata-rata lahan pertaniannya saat itu menghasilkan Rp 40 juta, artinya penghasilan Umar dari pertanian saja mencapai Rp 2,8 triliun per tahun atau Rp 233 miliar per bulan. Umar juga memiliki 70.000 properti.

Selama hidup, Umar berpesan kepada para pejabatnya agar tidak menghabiskan gajinya untuk konsumsi. Akan tetapi, dialihkan untuk membeli properti, agar uang mereka tidak habis hanya untuk dimakan.

Rata-rata harta umar digunakan untuk kepentingan dakwah dan ummah. Tidak sedikitpun uangnya dipakai untuk membual dan menggunakannya untuk sesuatu yang mewah dan boros.

(ada/hns/detik)