Terlalu Kesepian, Anak Muda China Bayar Orang buat Chattingan

0

Beijing – Pengaruh sosial media begitu kuat di generasi muda China. Tak hanya membuat mereka menjadi anti sosial, namun mereka rela membayar orang lain demi mau chattingan dengan mereka.

Itulah fenomena yang mungkin tak hanya terjadi di China. Kekuatan media sosial begitu nyata, hingga interaksi di dunia nyata pun bisa dikalahkan oleh pesona dunia maya.

Dilansir dari South China Morning Post, Senin (18/11/2024) seiringnya waktu, penggunaan aplikasi medsos China, Xiaohongshu mulai menggunakan tagar ‘teman ngobrol’ untuk menemukan orang lain yang bersedia membeli atau menjual ‘jasa chattingan’ selama beberapa menit.

“Apakah ada yang bisa diajak mengobrol? Saya akan membayar berapa pun,” demikian bunyi salah satu unggahan terbaru yang diberi tagar tersebut. Dalam hitungan jam, pengguna tersebut telah menerima lusinan balasan dari orang-orang yang menawarkan jasa mereka.

Tagar tersebut telah meningkat jutaan kali selama beberapa tahun terakhir. Kondisi ini mencerminkan semakin besarnya keinginan konsumen China untuk mengeluarkan uang demi mengusir rasa kesepian yang disebut sebagai ‘konsumsi emosional’.

Seiring dengan meroketnya jumlah penduduk lajang di negara tersebut, semakin banyak orang beralih ke berbagai bentuk teman berbayar. Mulai dari mengobrol dengan orang asing secara daring hingga permainan peran virtual.

Menurut sensus terbaru Tiongkok, jumlah orang yang belum menikah antara usia 20 dan 49 tahun di negara itu mencapai 134 juta pada tahun 2020. Pendaftaran pernikahan China telah turun hampir setengahnya selama dekade terakhir, dengan hanya 4,75 juta pasangan yang menikah selama tiga kuartal pertama tahun ini.

Kondisi ini merupakan angka terendah dalam sejarah, menurut data dari Kementerian Urusan Sipil.

Meraup untung dari rasa kesepian

Di sisi lain, kondisi ini menjadi ladang cuan bagi perusahaan yang bergerak di ‘pertemanan’, seperti chatbot yang didukung oleh kecerdasan buatan (AI) hingga cosplayer manusia yang menawarkan untuk bertemu langsung dengan biaya tertentu.

Contohnya adalah pengembang Papergames merilis game otome terbarunya, Love and Deepspace, pada bulan Januari lalu. Game tersebut menghasilkan lebih dari 500 juta yuan di pasar China dalam waktu satu bulan.

Game tersebut biasanya menarik bagi orang muda yang paham teknologi tetapi kesepian, menurut laporan Sinolink Securities. Mereka sering kali mengembangkan perasaan yang kuat terhadap karakter dalam game, dan terkadang bahkan mungkin merasa bahwa hubungan virtual ini lebih bermakna daripada yang mereka miliki dalam kehidupan nyata.

Tak hanya perusahaan besar lho yang meraup untung dari ‘bisnis kesepian’ ini. Yang bergerak secara individu juga meraup cuan lho.

Seperti yang dilakukan Li Shuying, seorang mahasiswa berusia 18 tahun. Dia baru-baru ini memasang iklan di Xiaohongshu yang mengatakan bahwa dia tersedia untuk obrolan semacam itu.

“Saya hanya ingin mendapatkan uang. Saya pikir ini adalah pekerjaan termudah dan paling tidak merepotkan di luar sana,” katanya.

Di Xiaohongshu, pengguna yang menawarkan obrolan teman biasanya mengenakan biaya mulai dari 8 yuan hingga lebih dari 50 yuan (Rp 17 ribuan- Rp 109 ribuan) untuk percakapan selama 30 menit. Li, dengan waktu luang di tangannya, telah menempatkan dirinya di pasar kelas bawah.

Semua hal dilayani Li dalam obrolan, mulai mendengarkan keluh kesah hingga rayuan romantis.

(sym/detik)