Ukraina Serang Desa Rusia, Warga Terluka

0
Jakarta – Sejak invasi Rusia ke Ukraina tiga bulan lalu, tentara Ukraina disebut telah melakukan serangan terhadap sebuah desa di Rusia. Akibat serangan tersebut, beberapa warga Rusia dikabarkan terluka.

Dilansir dari kantor berita AFP, desa yang diserang adalah desa Zhuravlyovka, merupakan daerah perbatasan. Gubernur wilayah Rusia menuduh pasukan Ukraina membombardir salah satu desanya.

Kejadian ini mengakibatkan dua warga sipil terluka. Selain itu, beberapa rumah rusak akibat serangan tersebut.

“Sebuah desa menjadi sasaran gempuran… Sudah jelas bahwa ada warga sipil yang terluka,” tulis gubernur wilayah Belgorod, Vyacheslav Gladkov di Telegram, seperti diberitakan kantor berita AFP, Selasa (26/4/2022).

Seorang pria terluka di bagian tangan, dan seorang wanita menderita cedera leher. Insiden di desa Zhuravlyovka terjadi pada hari Senin (25/4) waktu setempat tersebut.

“Ambulans sudah datang ke tempat kejadian. Ada rumah-rumah yang sebagian hancur,” imbuhnya.

Rusia menuduh pasukan Ukraina telah menyerang beberapa target di wilayahnya dalam beberapa pekan terakhir. Termasuk dua desa di Belgorod, dan satu di wilayah Bryansk pada April ini.

Namun, pada hari Senin (25/4), gubernur wilayah Kursk dekat Ukraina mengatakan pasukan Rusia telah menembak jatuh dua pesawat tak berawak (drone) Ukraina pada dini hari.

Rusia Ungkit Bahaya Perang Nuklir

Invasi Rusia di Ukraina telah berlangsung sejak 24 Februari lalu. Menteri Luar Negeri (Menlu) Rusia Sergei Lavrov memperingatkan negara-negara Barat untuk tidak meremehkan peningkatan risiko perang nuklir terkait Ukraina. Lavrov juga menyebut bahwa bahaya perang nuklir itu serius dan nyata.

Namun, seperti dilansir Reuters dan CNN, Selasa (26/4/2022), Lavrov dalam wawancara dengan televisi pemerintah Rusia, yang ditayangkan Senin (25/4) malam waktu setempat, juga bersikeras menegaskan negaranya berupaya menurunkan risiko perang nuklir.

Dalam wawancara itu, Lavrov ditanya soal pentingnya menghindari Perang Dunia III dan apakah situasi saat ini sebanding dengan krisis rudal Kuba tahun 1962 — titik rendah hubungan Amerika Serikat (AS) dan Uni Soviet.

Menurut Lavrov, Rusia telah melakukan banyak hal untuk menegakkan prinsip berjuang untuk mencegah perang nuklir dengan segala cara.

“Ini adalah posisi penting kami di mana kami mendasarkan segalanya. Risikonya sekarang cukup besar,” ucap Lavrov.

“Saya tidak ingin meningkatkan risiko itu secara artifisial. Banyak pihak akan menyukai itu. Bahayanya serius, nyata. Dan kita tidak boleh meremehkannya,” tegasnya.

Kiriman Senjata untuk Ukraina

Amerika Serikat dan sekutu gencar mengirimkan persenjataan militer, khususnya artileri, ke Ukraina. Menteri Pertahanan (Menhan) AS Lloyd Austin menyebut langkah itu bertujuan untuk melemahkan kekuatan Rusia, tidak hanya di medan perang tetapi juga dalam jangka panjang.

Dilansir dari kantor berita AFP, Selasa (26/4/2022), Amerika Serikat, Prancis, Republik Ceko dan sekutu lainnya tengah mengirimkan sejumlah artileri howitzer jarak jauh untuk membantu Ukraina menghadapi serangan Rusia yang meningkat di wilayah Donbas, Ukraina timur.

Didukung oleh pertahanan udara yang lebih baik, serangan drone dan intelijen Barat, negara-negara sekutu berharap bahwa Ukraina akan mampu menghancurkan sejumlah besar senjata Rusia dalam pertarungan yang akan datang.

Setelah kembali dari kunjungan ke Kiev, Austin mengatakan kepada para wartawan di Polandia, bahwa harapan Washington lebih besar dari itu.

“Rusia telah kehilangan banyak kemampuan militer, dan banyak pasukannya, terus terang. Dan kami ingin melihat mereka tidak memiliki kemampuan untuk mereproduksi kemampuan itu dengan sangat cepat,” kata Austin.

“Kami ingin melihat Rusia melemah hingga tidak dapat melakukan hal-hal seperti yang telah dilakukannya dalam menginvasi Ukraina,” imbuh Menhan AS itu.

(aik/lir/detik)