Dilansir dari Associated Press, Senin (29/8/2022), para pengunjuk rasa yang setia kepada ulama Muqtada al-Sadr merobohkan penghalang di luar istana pemerintah dengan tali dan menerobos gerbang istana. Banyak yang bergegas ke aula marmer istana yang merupakan tempat pertemuan utama bagi para kepala negara Irak dan pejabat asing.
Militer Irak mengumumkan jam malam di seluruh negara dan perdana menteri sementara menangguhkan sesi Kabinet sebagai tanggapan atas kerusuhan tersebut. Para pejabat medis mengatakan sedikitnya 15 pengunjuk rasa terluka oleh tembakan dan selusin lainnya terluka oleh gas air mata dan bentrokan fisik dengan polisi antihuru-hara.
Pemerintah Irak menemui jalan buntu sejak partai al-Sadr memenangkan kursi terbesar dalam pemilihan parlemen Oktober, tetapi tidak cukup untuk mengamankan pemerintahan mayoritas. Penolakannya untuk bernegosiasi dengan saingan Syiah yang didukung Iran dan keluar dari perundingan telah melambungkan negara itu ke dalam ketidakpastian politik di tengah meningkatnya perselisihan intra-Syiah.
Untuk memajukan kepentingan politiknya, al-Sadr telah membungkus retorikanya dengan agenda nasionalis dan reformasi yang bergema kuat di antara basis akar rumputnya yang berasal dari sektor masyarakat termiskin Irak dan secara historis telah dikucilkan dari sistem politik. Mereka menyerukan pembubaran parlemen dan pemilihan awal tanpa partisipasi kelompok-kelompok yang didukung Iran, yang mereka anggap bertanggung jawab atas status quo.

Suara tembakan sempat terdengar di ibu kota Irak dan beberapa pengunjuk rasa yang berlumuran darah tampak dievakuasi. Seorang pejabat medis senior mengkonfirmasi setidaknya lima pengunjuk rasa tewas oleh tembakan.
Protes juga pecah di provinsi selatan mayoritas Syiah dengan pendukung al-Sadr membakar ban dan memblokir jalan di provinsi kaya minyak Basra dan ratusan berdemonstrasi di luar gedung gubernur di Missan. Iran menganggap ketidakharmonisan intra-Syiah sebagai ancaman terhadap pengaruhnya di Irak dan telah berulang kali berusaha untuk menengahi dialog dengan al-Sadr.
Al-Sadr memperoleh kekuatan politiknya dari pengikut akar rumput yang besar, tetapi dia juga memimpin sebuah milisi. Dia juga mempertahankan tingkat pengaruh yang besar dalam lembaga-lembaga negara Irak melalui penunjukan posisi kunci di pegawai negeri sipil. Saingannya yang didukung Iran juga memiliki kelompok milisi.
Militer Irak dengan cepat mengumumkan jam malam nasional mulai pukul 7 malam waktu setempat. Pemerintah meminta para pendukung ulama itu untuk segera mundur dari zona pemerintah yang dijaga ketat dan menahan diri ‘untuk mencegah bentrokan atau pertumpahan darah Irak’.
“Pasukan keamanan menegaskan tanggung jawab mereka untuk melindungi lembaga pemerintah, misi internasional, properti publik dan swasta,” kata pernyataan itu.