Deputi Bidang Usaha Mikro Kemenkop UKM, Yulius mengatakan syarat UMKM yang bisa mendapatkan KUR tanpa agunan ini harus memenuhi beberapa penilaian. Penilaian yang dimaksud di antaranya track record pembayaran jaminan sosial seperti BPJS, pembayaran listrik, pembayaran transaksi pada e-commerce, aktivitas di media sosial, hingga data perpajakan.
“Dengan adanya credit scoring ini kita tambahkan kriterianya jadi apabila UMKM belum pernah akses akan tetapi dia secara credit scoring misalkan pembayaran PLN nya bagus, tidak pernah nunggak, plafonnya bagus, track record nya bagus, itu menjadi salah satu penilaian,” jelas dia, dalam konferensi pers, di Kantor Kemenkop UKM, Jumat (19/1/2024).
Jadi, sistem credit scoring ini juga membantu UMKM yang tidak memiliki agunan, atau belum pernah memiliki pengalaman melakukan pinjaman ke perbankan.
“Itu kan berarti UMKM yang belum pernah mengakses itu tidak bisa, iya kan yang di pelosok-pelosok, kemudian pasti kalau enggak bisa pasti akan meminta agunan sebagai pengamannya,” terangnya.
Yulius mengatakan uji coba itu kemungkinan akan dilakukan pertengahan tahun ini. Karena saat ini prosesnya masih dalam tahap pengumpulan data untuk menyiapkan kesiapan sistem tersebut.
“Januari ini men-setup, dari Januari, mengumpulkan data. Mulai Februari sampai April, kita membangun model yang tadi saya bilang tadi Artificial Intelligence (AI) dan Machine Learning dan setelah itu kita membuat score-nya dan membuat istilahnya teknislah. Jadi kemungkinan enam sampai tujuh bulan pilot project kita bisa pakai,” ujar dia.
Yulius merinci ada berbagai manfaat dari sistem credit scoring, di antaranya menjangkau penyaluran kepada UMKM yang unbankable atau tidak dapat mengakses pembiayaan bank, sehingga meningkatkan perluasan distribusi KUR.
Kemudian, diharapkan sistem tersebut dapat mengoptimalkan persetujuan pinjaman dan menjaga NPL tetap pada tingkat yang diterima pemerintah, karena beberapa riset menunjukkan dengan credit scoring yang ditambahkan data alternatif, dapat meningkatkan persetujuan sebesar 10% dan menurunkan probability of default sebesar 4% dibandingkan dengan penilaian yang hanya menggunakan data konvensional.
“Penggunaan data alternatif dalam credit scoring juga dapat meningkatkan prediksi risiko kredit (prediksi risiko gagal bayar) untuk nasabah baru yang belum pernah akses kredit perbankan,” pungkasnya.
(ada/das/detik)