Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyarankan agar instansi swasta maupun pemerintah menerapkan WFH selama sepekan untuk mengurangi kemacetan saat arus balik Lebaran 2022. Saran Kapolri Sigit mendapatkan dukungan dari sejumlah pihak.
“Tentunya kita juga imbau untuk mengurai arus balik khususnya bagi instansi-instansi baik swasta atau pemerintah yang masih memungkinkan untuk satu minggu ini bisa melaksanakan aktivitas dengan gunakan media yang ada, seperti online, work from home,” kata Sigit.
“Tentunya itu (WFH) menjadi salah satu yang kita sarankan sehingga arus balik ini betul-betul bisa kita jaga. Namun tentunya tidak mengganggu aktivitas di institusi ataupun di kantor-kantor yang ada,” sambungnya.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB) Tjahjo Kumolo menyetujui usul Kapolri untuk menerapkan WFH bagi ASN demi mengurai kemacetan arus balik Lebaran 2022. Tjahjo meminta pejabat pembina kepegawaian (PPK) mengatur jadwal WFH tersebut.
Dalam keterangan MenPAN-RB, seperti dilansir Antara, Sabtu (7/5), disarankan kepada seluruh instansi pemerintahan mengatur jadwal WFH bagi seluruh aparatur sipil negara selama sepekan mulai Senin (9/5).
“Saya setuju dengan pendapat Kapolri agar instansi pemerintah menerapkan kebijakan WFH. Seluruh PPK (pejabat pembina kepegawaian) diharapkan mengatur pembagian jadwal agar penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat tetap berjalan,” kata Tjahjo.
Penerapan WFH tersebut, lanjutnya, tidak akan mengganggu urusan administrasi dan pelayanan pemerintahan lain, karena kini telah ada penerapan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE), yang memungkinkan ASN bekerja secara fleksibel memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (TIK).
Selain itu, tambah Tjahjo, penerapan WFH selama sepekan setelah cuti Lebaran 2022 juga dapat diterapkan sebagai upaya isolasi mandiri (isoman) bagi para ASN setelah dari kampung halaman bertemu dengan keluarga.
“WFH juga jadi kesempatan untuk isoman agar mencegah adanya pertambahan kasus COVID-19,” katanya.
Kementerian Agama (Kemenag) menerapkan sistem kerja dari rumah atau WFH 50 persen kepada pegawainya. WFH berlaku selama lima hari.
Penerapan WFH di Kemenag tertuang dalam Surat Edaran Sekjen Kemenag No 12 tahun 2022 tentang Sistem Kerja Pegawai Aparatur Sipil Negara pada Kementerian Agama Pasca Hari Libur Nasional dan Cuti Bersama Hari Raya Idul Fitri 1443 H, tertanggal 7 Mei 2022. WFH dimulai 9-13 Mei 2022 diprioritaskan untuk pegawai yang melakukan perjalanan pulang mudik.
Penerapan WFH di Kemenag mempertimbangkan kepadatan arus balik. Selama WFH pegawai wajib mengisi absensi kehadiran secara onlin.
“Selama melaksanakan WFH, pegawai ASN harus tetap mengisi presensi kehadiran secara online dari tempat keberadaannya,” ujarnya..
Nizar menyampaikan dalam SE tersebut juga mengatur agar pegawai ASN yang mudik memperhatikan status risiko penyebaran COVID-19 di daerah asal atau tujuan perjalanan. Mereka juga harus mematuhi kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat serta mematuhi protokol kesehatan.
“Selain pejabat pusat, surat edaran ini saya tujukan juga ke pimpinan Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri, Kepala Kanwil Kemenag Provinsi, Kepala Kankemenag Kabupaten/Kota, dan Kepala Unit Pelaksana Teknis. Saya minta semua aktif melakukan pemantauan dan pengendalian,” imbuhnya.
Mendagri Dukung Kapolri
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengizinkan ASN di lingkungan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) untuk menerapkan WFH. Penerapan WFH dilakukan 50 persen.
WFH berlaku selama lima hari mulai 9-13 Mei 2022. Penerapan WFH ini merupakan salah satu bentuk upaya mendukung terurainya kepadatan arus balik lebaran 2022. Tito telah memerintahkan seluruh pimpinan Unit Kerja Eselon I di lingkungan Kemendagri dan BNPP untuk mengatur penerapan kebijakan WFH di internal masing-masing.
“Kita mendukung saran Kapolri untuk mengurangi beban lalu lintas arus balik menuju Jabodetabek, maka Kemendagri dan BNPP boleh WFH 50 persen,” kata Tito melalui keterangan tertulis, Minggu (8/5).
Menaker Minta Pegawai Swasta Juga WFH
Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengimbau para pengusaha untuk ikut melakukan anjuran work from home alias WFH selama seminggu ke depan. Hal itu dilakukan untuk mengurai kemacetan pada saat arus balik.
Anjuran WFH selama seminggu ke depan ini sudah dilakukan oleh semua PNS. Kini, Ida juga meminta pengusaha mau melakukan anjuran itu agar para pekerja yang mudik lebaran bisa menghindari tanggal-tanggal puncak arus balik saat kembali dari kampung halaman.
“Sistem ini tentunya sudah cukup familiar bagi kita di mana pengaturan ini pernah bersama-sama kita lakukan selama pandemi COVID-19. Sistem ini bisa diterapkan sementara waktu guna menghindari kepadatan puncak arus balik,” jelas Ida dalam keterangannya, Minggu (8/5).
Menurut Ida, upaya ini dapat diwujudkan melalui dialog, komunikasi, dan koordinasi yang intensif antara pengusaha dan pekerja atau buruh.
Secara substansi sistem WFH dinilai sudah tidak asing, sistem bekerja ini dapat memberikan kesempatan bagi pekerja untuk melakukan pekerjaan secara remote tanpa perlu ke kantor.
“Namun begitu, sekali lagi, pelaksanaannya tentu berdasarkan atas kesepakatan bersama dan memperhatikan ketentuan-ketentuan yang berlaku,” tegas Ida.
Ketua DPP Partai Demokrat yang juga anggota Komisi III DPR Didik Mukrianto mendorong pemerintah menetapkan usul penerapan WFH sepekan demi memperlancar arus balik sebagai kebijakan nasional. Dengan demikian, masyarakat memiliki pedoman untuk melakukan WFH.
“Jika pertimbangan untuk WFH ini memang sangat perlu demi keselamatan dan kenyamanan pemudik, ada baiknya pemerintah juga menetapkan kebijakan itu secara nasional, agar ada pedoman bagi segenap masyarakat,” ujar Didik kepada wartawan, Sabtu (7/5).
“Namun demikian, juga harus dipertimbangkan psikologis pemudik khususnya para pegawai dan karyawan yang terikat dengan kebijakan kantornya. Jika kantor dan perusahaannya memberikan kelonggaran WFH kepada para pegawainya, termasuk kebijakan belajar dari rumah bagi putra-putri pemudik, mungkin imbauan Kapolri bisa terlaksana secara optimal,” tuturnya.
Krisdayanti Setuju
Anggota Komisi IX DPR Krisdayanti juga setuju dengan saran Kapolri agar WFH sepekan. Namun, Krisdayanti menyayangkan usul itu terlambat diajukan.
“Konsep WFH sepekannya saya setuju, tapi menyayangkan karena keputusannya diambil agak terlambat, karena prediksi puncak arus mudiknya hari ini (kemarin) dan besok (hari ini). Orang yang sudah telanjur beli tiket akan tetap pulang hari ini dan besok. Orang yang sudah di perjalanan melalui jalur darat banyak juga yang sudah telanjur di perjalanan menerjang arus balik,” ujar Krisdayanti saat dimintai konfirmasi, Sabtu (7/5).
“Usulan WFH ini seharusnya sudah disusun sebelum arus mudik berlangsung. Semua perusahaan atau lembaga seharusnya sudah tidak asing dengan skema WFH,” sambungnya.
Krisdayanti mengatakan seharusnya kebijakan WFH tidak hanya diterapkan bagi ASN saja. Pasalnya, tidak semua pemudik merupakan ASN.
Selain itu, Krisdayanti mengungkap alasan kenapa masyarakat kembali ke Jakarta di hari yang sama sehingga menimbulkan penumpukan kendaraan. Dia mengatakan jadwal masuk kerja mereka memang berbarengan dengan kantor lain.
“Masyarakat bukan ingin menghabiskan waktu dan tenaga di jalanan. Tetapi mereka terpaksa segera pulang karena jadwal efektif bekerja di hampir semua perusahaan maupun instansi pemerintahan dilaksanakan serentak,” kata Krisdayanti.
Desmond Pertanyakan Usul WFH
Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Desmond Junaidi Mahesa menghargai niat baik Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang ingin mengurai kemacetan arus balik lebaran dengan mengusulkan WFH sepekan. Namun, Desmond mempertanyakan hak Jenderal Sigit.
“Kapolri mau imbau atau menginstruksikan, hak apa Kapolri? Gitu loh. Apalagi dalam mengurai kemacetan. Niat baik kita hargai Kapolri. Tapi ini kan di luar ranah imbauan dia. Kalau di internal kepolisian tidak ada masalah,” ujar Desmond saat dihubungi, Sabtu (7/5).
Desmond turut mempertanyakan kebijakan atau aturan mengenai WFH sepekan ini. Jika tidak ada kebijakan yang mengatur tentang WFH sepekan, maka pekerja bebas menentukan pilihannya.
“Kalau WFH, pertanyaannya itu wajib atau tidak? Aturannya ada nggak? Kalau nggak ada aturannya, ya dipenuhi atau tidak ya terserah masing-masing. Harusnya kalau imbauan itu ke internal, kementerian misalnya, itu kan imbauan,” tuturnya.
“Jadi kalau ada peraturan yang sifatnya keputusan, nah itu lain lagi,” sambung Desmond.