Kabul -Wakil Presiden Afghanistan, Amrullah Saleh, ngotot menyatakan akan melawan kelompok Taliban yang kini menguasai negara itu usai pemerintahan yang dipimpin Presiden Ashraf Ghani kolaps. Saleh menegaskan dirinya tidak akan menyerah pada Taliban.
Seperti dilansir AFP, Rabu (18/8/2021), Saleh yang menjabat Wapres di bawah Presiden Ghani ini diduga bersembunyi di area Lembah Panshir di sebelah timur laut Kabul, yang menjadi satu-satunya wilayah tersisa di Afghanistan yang tidak dikuasai Taliban.
“Saya tidak akan mengecewakan jutaan orang yang mendengarkan saya. Saya tidak akan pernah berada di bawah satu atap dengan Taliban. TIDAK AKAN PERNAH,” tulis Saleh dalam bahasa Inggris melalui akun Twitter-nya pada Minggu (15/8) waktu setempat, sebelum bersembunyi.
Sehari kemudian, sejumlah foto muncul ke media sosial menunjukkan Saleh bersama putra dari bekas mentor dan pejuang anti-Taliban ternama, Ahmed Shah Massoud, di Panjshir. Saleh dan putra Massoud, yang mengomandoi pasukan milisi, tampaknya menyusun kepingan pertama dari gerakan gerilyawan untuk melawan Taliban dengan mulai berkumpulnya para petempur lainnya di Panjshir.
Wilayah Panjshir yang dikenal dengan pertahanan alaminya yang dipenuhi pegunungan, tidak pernah jatuh ke tangan Taliban saat perang sipil tahun 1990-an silam. Wilayah ini juga tidak pernah bisa ditaklukkan oleh pasukan Soviet satu dekade sebelumnya.
“Kami tidak akan membiarkan Taliban memasuki Panjshir dan akan melawan dengan seluruh kekuatan kami, dan memerangi mereka,” ucap seorang warga Panjshir yang enggan disebut namanya kepada AFP.
Pertempuran itu akan menjadi perjuangan terbaru bagi Saleh dalam melawan Taliban. Diketahui bahwa Saleh pertama bertempur bersama komandan Massoud pada tahun 1990-an. Dia mengabdi pada pemerintah sebelum melarikan diri dari Kabul saat Taliban berkuasa tahun 1996 silam.
Momen Taliban menyiksa saudara perempuannya demi mengetahui keberadaannya menjadi titik balik dalam kehidupannya. “Pandangan saya soal Taliban berubah selamanya karena apa yang terjadi pada tahun 1996,” tulisnya dalam editorial majalah TIME tahun lalu.
Usai serangan 11 September 2001, Saleh yang masih menjadi bagian perlawanan anti-Taliban menjadi aset penting badan intelijen Amerika Serikat (AS), CIA. Hal itu juga membuka jalan baginya untuk memimpin badan intelijen Afghanistan, Direktorat Keamanan Nasional (NDS), tahun 2004.
Di bawah Saleh, NDS diyakini mengumpulkan jaringan luas informan dan mata-mata di berbagai wilayah hingga ke perbatasan Pakistan, di mana para agen berbahasa Pastho melacak pergerakan para pemimpin Taliban. Intelijen yang dikumpulkan Saleh membuktikan militer Pakistan terus mendukung Taliban.
Tahun 2010 dia didepak dari NDS dan mengasingkan diri dari politik. Namun dia tetap melontarkan serangan secara verbal terhadap Taliban via Twitter. Saleh kembali ke politik tahun 2018 setelah menjalin aliansi dengan Presiden Ghani, yang kini kabur ke lokasi tak diketahui.
Saat AS bersiap menarik pasukan dari Afghanistan, Saleh menjadi korban serentetan percobaan pembunuhan oleh Taliban. Salah satunya pada September tahun lalu ketika sebuah ledakan bom besar mengenai konvoinya dan menewaskan 10 orang di Kabul.
(nvc/tor/detik)