“Tidak ada kebahagiaan. Kami telah dirampok,” ucap salah satu penduduk Gaza, Malakiya Salman (57), yang kini tinggal di tenda pengungsi di Khan Younis, seperti dilansir AFP, Senin (17/6/2024).
Warga Gaza, seperti kebanyakan umat Muslim di berbagai belahan dunia, biasanya menyembelih domba saat Idul Adha dan membagikan dagingnya kepada orang-orang yang membutuhkan. Para orang tua juga akan memberikan baju baru dan uang kepada anak-anak mereka sebagai perayaan.
Tapi tahun ini, setelah lebih dari delapan bulan perang berkecamuk yang memicu kehancuran di sebagian besar wilayah Gaza, kebanyakan dari 2,4 juta jiwa penduduk wilayah itu terpaksa mengungsi dan berada di ambang kelaparan. Bagi mereka, Idul Adha menjadi hari yang dipenuhi kesengsaraan.
“Saya harap dunia memberikan tekanan untuk mengakhiri perang terhadap kami, karena kami benar-benar sekarat, dan anak-anak kami hancur,” ucap Salman.
Keluarga Salman terpaksa mengungsi dari Rafah, Jalur Gaza bagian selatan, yang menjadi fokus pertempuran baru-baru ini antara Hamas dan militer Israel.
Pada Minggu (16/6) pagi, militer Israel mengumumkan “jeda taktis aktivitas militer” di sekitar rute area Rafah untuk memfasilitasi pengiriman bantuan kemanusiaan. Koresponden AFP di lapangan melaporkan tidak ada serangan atau gempuran sejak dini hari, meskipun militer Israel menekankan “tidak ada gencatan senjata”.
Para jemaah meletakkan sajadah mereka yang sudah usang di samping gundukan puing.
“Sejak pagi ini, kami tiba-tiba merasakan ketengan tanpa adanya tembakan atau pengeboman… Ini aneh,” tutur seorang warga Gaza City, Haitham al-Ghura (30).
Dia mengharapkan jeda pertempuran ini mengindikasikan gencatan senjata permanen semakin dekat, meskipun upaya mediasi terhenti selama berbulan-bulan.
Bagi banyak warga Gaza, jeda pertempuran tidak akan pernah bisa mengembalikan apa yang sudah hilang.
“Kami kehilangan banyak orang, ada banyak kerusakan. Idul Adha tahun ini benar-benar berbeda,” ucap seorang warga Gaza bernama Umm Muhammad al-Katri yang tinggal di kamp pengungsi Jabalia di Jalur Gaza bagian utara.
Sementara itu, Majdi Abdul Raouf (60) yang menjadi pengungsi di Khan Younis, Jalur Gaza bagian selatan, akibat perang menuturkan dirinya menghabiskan 4.500 Shekel (Rp 19,8 juta) untuk membeli seekor domba untuk dikurbankan.
“Saya bertekad membelinya meski harganya mahal, untuk melakukan ritual ini dan memberikan kegembiraan dan kebahagiaan kepada anak-anak di kamp pengungsian. Ada kesedian, rasa sakit dan penderitaan luar biasa, tapi saya bersikeras menjalani hari yang berbeda,” ucapnya.
Hanaa Abu Jazar (11), bocah Palestina yang mengungsi dari Rafah ke area pengungsian Khan Younis, menuturkan dirinya tidak bisa merayakan Idul Adha seperti biasa karena banyaknya kematian di Jalur Gaza.
“Kami melihat pendudukan (Israel) membunuh anak-anak, wanita, dan orang tua. Bagaimana kita bisa merayakannya?” ucapnya.
(nvc/idh/detik)